Risiko Investasi Saham

Memiliki mindset investasi menjadi sangat penting di masa kini. Bukan hanya untuk gaya-gayaan, namun juga untuk membuat aset yang kita miliki bisa bekerja untuk kita. Investasi di saham misalnya, menjadi salah satu instrumen pilihan dalam berinvestasi di pasar modal. Tidak dapat dipungkiri, meskipun investasi ini memiliki sifat high risk high return, namun risiko investasi saham juga harus dipahami, sehingga pada saat melakukan investasi tidak terjebak pada hal-hal yang merugikan Anda.

risiko-investasi-saham
Ilustrasi (Gambar: cermati.com)

Investasi saham memang bisa memberikan keuntungan bagi para investornya. Namun kebanyakan, selama ini, mereka yang sudah terjun dan sukses hanya sering membicarakan keuntungan, namun tidak menyampaikan berbagai risiko yang harus diantisipasi dalam berinvestasi saham.

Memahami Risiko Investasi Saham

Risk comes from not knowing what you are doing.” - Warren Buffet

Semua pasti ada risikonya, hidup pun juga ada risikonya, bahkan saat akan kelur rumah, ingin menikmati jalan-jalan juga ada risikonya.

Ada satu hal yang harus dipahami bagi siapa pun yang ingin berinvestasi, yaitu adanya risiko atas inevstasi tersebut. Begitu pula dengan investasi saham, juga memiliki risiko, maka yang bisa dilakukan adalah mengetahui risiko yang ada sehingga bisa meminimalisirnya.

Baca juga: Tingkatan Saham di Bursa Efek Indonesia.

Nah, berkaitan dengan hal tersebut dalam memulai saham, harus dilakukan dengan mindset yang benar, yaitu (instagram.com/ngertisaham/)::

  1. Membaca.
  2. Praktek dan tetap membaca.

Apa yang harus dilakukan untuk bisa mengantisipasi risiko yang ada saat melakukan investasi saham? Salah satunya dengan memahami “Fundamental Perusahaan”.

An investment in knowledge pays the best interest.” - Benjamin Franklin

Terdapat beberapa hal yang bisa menjadi pedoman, antara lain:

  •  Book Value

Book Value atau bisa disebut dengan nilai buku merupakan nilai jual aset (tanah, bangunan, kendaraan, dan lain-lain) yang dimiliki perusahaan saat perusahaan tersebut dibangkrutkan setelah dikurangi hutangnya untuk diserahkan kepada pemegang saham (equity/kekayaan bersih).

Atau dengan kata lain, “Book Value”, memberikan gambaran seberapa besar uang (equity) yang akan diperoleh, apabilasaat ini perusahaan dibangkrutkan atau ditutup.

Sedangkan ‘Book Value per Share’ adalah book value dibagi per lembar saham. 

PBV adalah harga saham dibagi dengan book value-nya.

Yang menjadi pertanyaan adalah berapa sebaiknya angka book value ini? Mengambil informasi dari akun saham (ngertisaham), pada umumnya positif atau disesuaikan dan dibandingkan dengan perusahaan sejenis di industrinya) dan harus meningkat dari tahun ke tahun, sebaiknya minimal 10% (minimal 5 tahun).

Untuk mendapatkan informasi angka book value, bila tidak tersaji di laporan keuangan bisa didapatkan langsung di laporan keuangan, atau bisa dengan cara menambahkan seluruh aset berwujud dikurangi dengan aset tidak berwujud dan hutang perusahaan pada neraca.

  • Sales/Revenue

Sales (penjualan atau pendapatan) ini menggambarkan pendapatan yang diterima oleh perusahaan dari kegiatan operasionalnya .

Angka penjualan ini harus positif dari tahun ke tahun, minimal 5 tahun (tumbuh minimal 10% per tahun).

  • Earning

Earning adalah laba atau keuntungan yang dihasilkan perusahaan setelah pendapatan dikurangi dengan biaya-biaya yang timbul, baik itu yang sudah diterima dalam bentuk cash maupun yang baru diakui dan dicatatkan oleh perusahaan.

Angka earning juga harus positif dari tahun ke tahun minimal 5 tahun (tumbuh minimal 10% per tahun).

Bisa saja sales turun tapi earning naik dan dividen tetap dibayarkan oleh perusahaan. Tentu hal ini menjadi pertanyaan, bagaimana caranya? Bisa dilakukan dengan hutang atau pun penjualan aset dan sebagainya (tentu saja hal ini sangat tricky dan jahat karena berusaha mengelabui pemegang saham dan para investor saham harus waspada atas hal ini)

Sales dan earning dibahas bersamaan karena harus berjalan secara bersama, hal ini berarti apabila earning naik seharusnya sales juga naik dan begitu pula sebaliknya. Kalau tidak, berarti bisa saja ada yang tidak beres dengan perusahaan tersebut.

  • Operating Cash Flow

Operating Cash Flow atau arus kas operasional merupakan angka yang menunjukkan selisih besaran arus kas yang didapatkan dan dikeluarkan dari aktivitas operasional perusahaan seperti penerimaan tunai, pengeluaran tunai dan juga biaya-biaya.

Angka tersebut menunjukkan bagaimana perusahaan mendapatkan untung dan merubahnya menjadi cash/kas/uang setelah dikurangi dengan biaya-biaya operasional.

Atau dengan kata lain, angka ini menujukkan seberapa besar uang perusahaan di bank yang bisa digunakan sewaktu-waktu untuk membayar hutang atau pun membeli aset dan sebagainya.

Semakin besar angka ini, maka semakin bagus (minimal meningkat 10% per tahun selama 5 tahun) dan angka operating cash flow ini bisa dilihat pada laporan keuangan perusahaan pada bagian cash flow statement.

Bila perusahan yang dibeli memiliki operating cash flow positif yang besar (yang masuk lebih besar daripada yang keluar), maka dipastikan tidak akan bangkrut dalam waktu dekat (ceteris paribus). Banyak perusahan yang rugi secara pencatatan akuntansi, namun memiliki cash flow yang besar.

Bila kita sebagai investor saham sudah memiliki pedoman dalam “Book Value, Sales, Earning dan Operating Cash Flow”, dengan angka fundamental positif, makin besar makin bagus dari waktu ke waktu selama minimal 5 tahun dengan pertumbuhan paling tidak 10% pertahun, maka risiko tersebut minimal sudah bisa diantisipasi.

Memahami Fundamental Perusahaan sebagai Antisipasi Risiko Investasi Saham

Terdapat angka yang bisa mengukur bagus atau tidaknya manajemen perusahan secara obyektif, yaitu: 

1. ROE

ROE atau Return On Equity merupakan rasio yang memperlihatkan bagaimana manajemen menghasilkan keuntungan atau return dengan modal sendiri (equity/kekayaan) atau dengan kata lain mengukur seberapa efisien perusahaan tersebut.

Rasio ini ditunjukkan dalam satuan prosenatase. Umumnya angka yang diterima investor minimum 10% (setelah memperhitungkan suku bunga bank Indonesia atau obligasi pemerintah dan tingkat pengembalian yang diinginkan investor, yang berarti apabila ROE perusahaan konsisten maka modal sendiri/equity) pemegang saham akan kembali dalam waktu 10 tahun.

2. ROA

ROA atau Return on Asset berfungsi untuk menghitung efisiensi perusahaan. Bila ROE hanya menggunakan modal sendiri (equity), maka ROA menggunakan keseluruhan aset (aset = modal sendiri + utang). Semakin besar angkanya semakin bagus.

Sebagai catatan, angka ROE dan ROA sebaiknya jangan terlalu berbeda jauh. Apabila terdapat perbedaan yang sangat signifikan, hal ini berarti utang perusahaan sangat besar. Misalnya ROE 15%, maka sebaiknya ROA sekitar 12% sampai 13%. Kalau ROA sekitar 7%, maka perbedaannya terlalu jauh, maka harus dicheck utang dan pengelolaan perusahaan tersebut. Pilihlah perusahaan dengan ROE dan ROA yang seiring jalan.

3. PER

PER atau Price Earning Ratio adalah rasio yang memperlihatkan perbandingan antara harga suatu saham perusahaan dengan keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut.

Atau dengan kata kain, angka ini menunjukkan harga yang telah dibayarkan oleh investor di pasar saham atas kepemilikan atau saham perusahaan dibandingkan dengan keuntungan perusahaan per lembar saham (berapa rupiah yang dibayarkan investor atas saham tersebut dibandingkan keuntungan yang dihasilkannya).

Angka inilah yang memperlihatkan bahwa harga saham perusahaan tersebut sedang “diskon” atau sedang di harga mahal. (Angka ini masuk dalam salah satu angka Margin of Safety Warren Buffet).

Rumus PER yaitu harga saham dibagi keuntungan per lembar saham (EPS). Jika angka ini menunjukkan 1x, hal ini berarti harga saham perusahaan tersebut sama dnegan keuntungan perusahaan yang tercantum pada laporan keuangannya, 2x berarti harganya dua kali keuntungan per lembar sahamnya. Makin tinggi makin mahal, makin rendah semakin murah.

Berapa seharusnya angka yang menjadi pedoman? Sebagian investor mengatakan bahwa PER 15x, angka rata-rata untuk PER di atas itu mahal dan di bawah itu murah.

Namun ada pula yang membandingkan dengan PER perusahaan sejenis di industri dimana perusahaan tersebut bergerak dan memilih yang lebih kecil signifikan.

4. MRR

MRR atau MARR (Minimum Acceptable Rate of Return) merupakan persentase return atau keuntungan di masa yang akan datang yang harusnya dipersyaratkan (yang diinginkan) atas instrumen investasi yang ingin dibeli.

Angka ini mudah, apabila mengerti tentang bisnis perusahaan yang akan dibeli (jangan membeli kucing dalam karung).

Angka ini harusnya lebih tinggi dari rata-rata bunga atau kupon atau yield obligasi dan sukuk pemerintah 10 tahun terakhir.

Macam-macam Risiko Berinvestasi Saham

Terdapat beberapa risiko saat akan melakukan investasi di saham, beberapa diantaranya adalah penurunan nilai perusahaan tersebut (atau bisa dikatakan penurunan harga sahamnya) dan risiko yang paling besar adalah kebangkrutan dari perusahaan yang telah dibeli kepemilikannya (tanggung jawab investor saham, hanya sebatas pada kepemilikan saja).

Baca juga: Ingin Jadi Investor atau Trader Saham, Pilihan Terserah Anda?

Bila dirangkum terdapat 7 risiko investasi saham, antara lain (snips.stockbit.com):

  1. Capital Loss (potensi kerugian dari harga jual yang lebih rendah dari harga beli).
  2. Kebangkrutan
  3. Likuiditas saham.
  4. Forced delisting.
  5. Suspensi.
  6. Risiko Pasar
  7. Risiko unik.

Itu dia sedikit informasi dan tips tentang risiko investasi saham. Semoga informasi tersebut bermanfaat dan menjadi referensi untuk Anda.

Share

0 Response to "Risiko Investasi Saham"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel